Pakar dan Lembaga Pemerintah Bahas Kenaikan Tarif Cukai Rokok 2025-2026

Jakarta, 1 Agustus 2024 – Dalam upaya memperkuat kebijakan pengendalian tembakau, sejumlah pemangku kepentingan mengadakan Diskusi Kelompok Terfokus mengenai “Kebijakan Kenaikan Tarif Cukai Rokok untuk 2025-2026”. Acara ini menghadirkan pembicara dari Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pakar perpajakan tembakau, serta jaringan pengendalian tembakau.

Diskusi ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi bagi Kementerian Keuangan dalam mendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang Indonesia. Beberapa rekomendasi utama yang dihasilkan dalam pertemuan ini.

Pertama, Kenaikan tahunan yang seragam untuk tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) minimal 25%. Kedua, Penyederhanaan struktur tarif CHT menjadi dua kategori saja, yaitu rokok linting tangan dan rokok buatan mesin. Dan Ketiga, Revisi sistem pemantauan harga transaksi pasar menjadi 100% dari harga eceran yang dipublikasikan.

Selain itu, terdapat catatan bahwa dalam regulasi selanjutnya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rokok akan dinaikkan dari 9,9% menjadi 10,7% dan dari 11% menjadi 12%. Berdasarkan data pangsa pasar tahun 2023, SKM I mengalami penurunan, sementara SKM II dan SKT mengalami peningkatan.

Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD Jakarta, Roosita Meilani Dewi, menyampaikan bahwa kenaikan cukai rokok merupakan langkah penting dalam mengurangi konsumsi tembakau di Indonesia. “Kenaikan tarif cukai yang signifikan sangat dibutuhkan untuk menekan daya beli rokok, terutama di kalangan anak-anak dan kelompok rentan. Kebijakan ini juga akan berdampak pada pengurangan beban kesehatan akibat penyakit terkait tembakau,” ujarnya.

Lebih lanjut, Roosita menekankan bahwa penyederhanaan struktur tarif akan membantu menghilangkan celah bagi industri tembakau dalam melakukan manipulasi harga. “Dengan hanya dua kategori tarif, kita bisa memastikan kebijakan cukai yang lebih efektif dan tidak memberi ruang bagi industri untuk menghindari tarif yang lebih tinggi,” tambahnya.

Diskusi ini diharapkan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan cukai rokok yang lebih ketat guna mencapai target kesehatan nasional dan perlindungan masyarakat dari bahaya tembakau.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *