Workshop Cukai & Harga oleh CHED ITB-AD Bahas Kebijakan Fiskal untuk Kesejahteraan

Center of Human and Economic Development (CHED) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (ITB-AD) menggelar Workshop bertajuk “Cukai & Harga: Strategi Kebijakan Fiskal untuk Kesejahteraan Masyarakat” pada Sabtu (19/10). Acara ini dihadiri oleh para akademisi, praktisi ekonomi, serta perwakilan pemerintah daerah dan industri, dengan tujuan meningkatkan pemahaman tentang peran cukai dalam mendorong pembangunan ekonomi.

Roosita Meilani Dewi, Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, dalam sambutannya menekankan pentingnya kebijakan cukai yang tepat guna untuk mendukung kesejahteraan masyarakat.

“Kebijakan cukai yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga harus didesain dengan mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat luas, karena sejatinya fungsi utama cukai untuk pengendalian,” ujar Roosita.

“Dalam konteks ini, cukai menjadi alat strategis dalam mengatur harga komoditas tertentu, seperti produk tembakau, yang berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,” lanjutnya.

Workshop ini juga membahas isu-isu terkini terkait pengaturan harga komoditas dan bagaimana kebijakan fiskal dapat membantu menciptakan keseimbangan antara kepentingan negara, masyarakat, dan industri.

Para peserta berkesempatan untuk berdiskusi langsung dengan para ahli mengenai tantangan dan solusi yang relevan dengan kebijakan cukai.

Selain itu, diskusi panel juga menghadirkan pakar ekonomi dan perwakilan Kementerian Keuangan yang turut memberikan pandangan mengenai pentingnya pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi kebijakan cukai.

Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Sarno menyampaikan “Prevalensi rokok pada anak sebesar 7,4% telah mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMN. Meski begitu, ini tetap menjadi angka yang memprihatinkan dan membutuhkan tindakan lebih lanjut,” katanya.

“Ketika harga rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) mencapai Rp 35.000, hal ini menjadi terlalu mahal bagi pekerja dengan UMR. Akibatnya, banyak dari mereka beralih ke Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang lebih terjangkau, berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 15.000, seperti SKT Marlboro yang dijual seharga Rp 8.000,” jelasnya.

Sarno juga menggambarkan kasus siswa kelas 6 SD merokok elektronik, “Ada kasus siswa kelas 6 SD yang mulai merokok elektronik. Awalnya, ia mengikuti kebiasaan ayahnya, lalu kebiasaan ini menyebar ke teman-teman sebayanya. Selain itu, pengawasan terhadap perilaku merokok di lingkungan sekolah, terutama sekolah swasta, sangat diperlukan untuk mencegah penyebaran kebiasaan merokok di kalangan pelajar,” ungkapnya.

Lebih lanjut Sarno menegaskan, “Jika Harga Jual Eceran (HJE) rokok dinaikkan, maka Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau (PPn HT) juga akan naik. Yang terpenting adalah harga rokok harus terus meningkat untuk menekan konsumsi. Pada tahun 2025, jika tidak ada kenaikan tarif cukai atau HJE, produksi rokok akan terus meningkat. Namun, jika HJE dinaikkan meskipun tarif cukai tetap, hal ini sudah cukup untuk menekan produksi rokok.”

Melalui kegiatan ini, CHED ITB-AD berharap dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kebijakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif di Indonesia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *