PERS RELEASE
Jakarta, 06 Oktober 2021
“HARGA ROKOK MURAH DI INDONESIA, KENAPA?”
Dukungan Kenaikan Cukai Dan Harga Rokok Di Indonesia 2021
Jakarta, 6 Oktober 2021
Harga rokok murah di Indonesia menjadi fenomena klasik bagi semua kalangan. Padahal kita ketahui bahwa rokok murah maka keterjangkauan anak – anak dan masyarakat rentan (miskin/tidak mampu) sangat mudah dan tentu memberikan dampak negatif untuk kesehatan, sosial, dan ekonomi
mereka. Pertanyaannya, apakah fenomena klasik yang menjadi mafhum dampak negatifnya bagi semua kalangan ini tidak menjadi prioritas program penanganan pemerintah?.Fenomena ini secara jangka panjang akan bisa menjadi komorbid Pembangunan Nasional Indonesia, pembangunan di segala sektor akan keropos tanpa SDM Unggul.
Begitu pula jika membandingkan negara lain yangmemiliki komitmen kuat pada kenaikan harga rokok untuk melindungi rakyatnya dari zat adiktif, prioritas tingginya harga rokok adalah untuk mendorong kebiasaan baik dari sisi kesehatan, sosial dan ekonomi. Kebiasaan baik pada era new normal dari pandemi covid -19 sangat tepat atau “pas” dibarengkan dengan kebiasaan baik mengurangi konsumsi rokok oleh masyarakat yang terlihat “sepele” namun menjadi daya ungkit jangka menengah dan panjang sebuah negara.
Fenomena iklan rokok dengan mencantumkan harga mudah kita temui di setiap jalanan di Indonesia, kecuali Pemerintah daerah yang sudah punya komitmen untuk menolak reklame rokok di daerahnya. Saat ini iklan rokok bahkan mencantumkan harga sebagaimana harga barang normal, dan berbagai temuan ketika kita cek di harga bandrole bungkus rokok harga berbeda bahkan dibawah harga bandrole. Kondisi ini mendorong konsumen (notebene masyarakat dengan pendapata rendah) tetap mengkonsumsi dan bahkan mendorong anak anak untuk mengkonsumsi rokok.
Secara kesehatan, sosial, dan ekonomi, rokok merupakan barang konsumsi berdampak negatif yang menggerus pendapatan rumah tangga bahkan mungkin mengurangi pendapatan yang harusnya dibelanjakan (disposible income) secara positif untuk produktivitas anggota keluarga (gizi dan) menjadi negatif (rendah secara kualitas /optimalisai pemenuhan). Akhirnya di Indonesia secara makro merujuk teori konsumsi MPC (Marginal Propensity to Consume) – nya selalu lebih besar atau dikatakan bahwa konsumsi untuk barang yang sifatnya negatif tinggi bahkan pendapatnnya minus. Konsumsi untuk barang negatif dan tidak mendorong produktivitas lebih besar dibandingkan kecenderungan untuk saving dan investasi atau kecenderungan MPS (Marginal Propensity to Save)-
nya rendah.
Cukai Hasil Tembakau merupakan instrumen pajak yang secara langsung menjadi fungsi utama pengendalian konsumsi. Melalui kenaikan cukai hasil tembakau yang secara langsung akan menaikan harga rokok di pasaran sehingga keterjangkauan anak anak dan masyarakat miskin turun. Dari sisi penerimaan negara cukai rokok menjadi penerimaan potensial dengan pengembalian sebagai Dana Bagi Hasil Daerah. Rencana Target Penerimaan Cukai Kementrian Keuangan RI pada RAPBN 2022 sebesar 203,92 Triliun Rupiah, persentase kenaikan target penerimaan cukai 13,28%. Untuk itu kami mendorong dan mendukung pemerintah untuk kenaikan cukai hasil tembakau tahun 2021 dan mendorong dampaknya secara langsung terhadap kenaikan harga rokok di pasaran sebagai wujud komitmen pemerintah dalam perlindungan terhadap rakyatnya. Optimisme ketercapaian Pembangunan Nasional jangka panjang (kesehatan, sosial, pendidikan) perlu digarisbawahi sebagai sebuah cita-cita bersama, dan Pemulihan Ekonomi Nasional mendorong ketercapaian Pembangunan Nasional jangka panjang.
Point Penting Rekomendasi :
- Dukungan kepada Kementrian Keuangan RI untuk Kenaikan Cukai Hasil Tembakau tahun 2021 minimal 13,28% – 20% dengan dampak langsung kenaikan harga di pasar konsumen dan peningkatan penerimaan negara secara signifikan sebesar 23,92 Triliun Rupiah sampai 30 Triliun Rupiah.
- Fokus penggunaan penerimaan cukai untuk pengendalian tembakau terutama program promosi dan preventif kesehatan serta edukasi masyarakat akan bahaya rokok untuk rumah tangga konsumen, mitigasi petani tembakau dan buruh industri rokok.
- Mendorong evaluasi metode monitoring harga oleh Dirjend Bea Cukai pada Peraturan Dirjend Bea Cukai No 37 Tahun 2017 dalam penindakan terhadap pelanggaran harga rokok di pasaran dibawah 85% dari harga transaksi pasar (HTP) yang ditetapkan dalam Peraturan Kementrian Keuangan (PMK No: 198/010/2020).
- Mendorong regulasi yang jelas di tingkat pusat dan daerah tentang evaluasi reklame rokok dan iklan yang mencantumkan harga rokok.
- Menorong revisi regulasi Non Fiskal tentang peredaran rokok dan iklan rokok sangat penting di tingkat pusat sebagai wujud perlindungan anak anak dan masyarakat miskin terhadap zat adiktif.
Demikian Pers Realese ini kami sampaikan, jika ada yang dikonfirmasi silahkan hubungi
kontak di bawah ini :
Devi Utami : +62 822-4526-9158
Admin CHED ITB AD : +62 812-1028-4004